Rabu, 01 Januari 2014

Barong Landung


BARONG LANDUNG
1.      Pengertian Barong
 Barong menurut Kamus Bali-Indonesia (Warna, 1993: 63) merupakan perwujudan binatang mitologi sebagai lambang kebenaran untuk melawan kekuatan kebatilan yang merusak. Menurut Kardji (1993: 53) kata barong berasal dari kata sanskerta b(h)arwang, yang berarti bear (dalam bahasa Inggris) atau binatang beruang (dalam bahasa Indonesia). Sedangkan Zoetmulder, 1995: 112; Titib, 2001: 417) berpendapat bahwa kata barong berasal dari bahasa Jawa Kuna “barwang” yang berarti beruang, beruang madu (Ursus Malayanus). Kata barwang ini dapat ditemui dalam kitab Ramayana (12.61), Sumanasantaka (159.3), Sutasoma (95.6), Arjuna Wijaya (10.14). Dalam kitab Sutasoma (131.1c) dan Bharatayuddha (9.3; 46.14) ada ditemukan kalimat singha barwang alayu, yang sering dikombinasi menjadi singha barong. Dengan demikian bagi Titib, kata barong berasal dari kata beruang, mengingat binatang beruang sudah sejak lampau telah populer dikenal di India, Tiongkok, Asia Tenggara, Sumatra, Jawa dan Bali, terbukti telah populer disebut-sebut di dalam karya sastra.
      Berangkat dari persepsi yang demikian itu, maka diduga kata barong berasal dari kata-kata dalam bahasa Bali sendiri, yaitu Ba + Rong atau Bah + Rong. Ba atau Bah suku kata depan dari kata b(h)aga artinya badan (Anandakusuma, 1986: 14) dan baga artinya lubang pada kelamin wanita (Warna, 1993: 51), juga bisa berasal dari kata bah diambil dari kata jadian bah bangun (bahasa Bali) artinya ukuran panjang, lebar dan tinggi dari 2
Bangunan Tradisional Bali (Warna, 1993: 51), serta rong juga artinya ruang atau rongga (Anandakusuma, 1986: 162). Dengan demikian barong (bahrong) dapat berarti ruang atau rongga dari badan atau tubuh dilengkapi dengan lubang masuk ruangnya, atau juga berarti ukuran panjang, lebar dan tinggi dari ruang (bah bangun rong) dari makhluk mitologi yang dibuat. Ini akan sangat tepat dengan perubahan/pertukaran pemakaian huruf b-p-m dalam kata jadian bahasa Bali, misalnya bapang (hiasan leher) menjadi mapangin (mengisi/memasang bapang pada leher).
Jadi, barong adalah perwujudan mahkluk mitologi (bhawa dari Tuhan), yang bagian dalamnya dibuat beruang atau berongga sesuai dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi tubuh manusia (ergonomik) yang akan menarikan, sebagai lambang peringatan pertarungan antara kebenaran, kebajikan dalam melawan kebatilan atau kekuatan yang merusak.

2.      Latar Belakang Barong Landung
Barong sudah terkenal sejak dulu, salah satu barong yang terkenal yaitu Barong Landung.  Barong Landung adalah salah satu jenis kesenian barong dari banyak seni sakral di Bali, merupakan kesenian yang dipentaskan pada saat pelaksanaan suatu yadnya, dan disesuaikan dengan keperluannya. Pementasan seni sakral ini sangat disucikan dan dikeramatkan oleh masyarakat Bali, dengan tujuan terciptanya dan tetap terjaganya keharmonisan alam semesta ini.Barong ini tidak berwujud binatang, melainkan berwujud manusia laki-laki dan perempuan. Kata landung dalam bahasa Bali berarti tinggi, karena wujud dari barong ini baik yang laki-laki maupun yang perempuan semuanya tinggi-tinggi, dimainkan seperti ondel-ondel Betawi. Barong landung seperti barong-barong lainnya sangat disakralkan oleh umat “panyunsung” (pemuja) -nya. Tidak hanya sepasang laki-laki dengan taringnya yang melengkung ke luar, yang disebut Jero Gede, dan perempuan yang berwarna putih/kuning (wajahnya mirip orang Tionghoa), yang disebut Jero Luh, tetapi juga diikuti oleh beberapa pengiring sebagai putra dan putrinya. Sering dipentaskan dalam rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan untuk mengusir para bhuta kala (unsur negatip yang selalu ingin menganggu kehidupan manusia).
Tapi Barong Landung ternyata lebih dari sekadar kisah sejarah. Ia bukan saja perkawinan lahiriah, tetapi juga budaya. Pernik-pernik budaya Cina seperti pis bolong, patra cina, barong sae, telah lama dikawinkan dengan budaya Bali, bahkan dalam bidang filsafat telah pula melahirkan paham Siwa Budha yang terus memperkaya tradisi agama Hindu sampai sekarang di Bali.
Juga, Barong Landung bukanlah sekadar penghias pura, ia adalah duwe dengan segala perwujudannya yang sangat keramat. Ia dibuat pada dewasa ayu kilang-kilung, dari kayu bertuah seperti pule, jaran, waruh teluh, kepah, kapas, dan "dihidupkan" dengan ritual prayascita serta di-plaspas untuk menghapuskan papa klesa secara sekala niskala. Di sini, ia pun diberi pedagingan berupa perak, emas, dan tembaga, juga pudi mirah (sejenis permata) yang dipasangkan di ubun-ubun lengkap dengan rerajahan-nya -- ang, ung, dan mang.
Setelah seluruh bagian tubuhnya disatukan dalam upakara masupati yang dipermaklumkan oleh sulinggih, pemangku, maupun sangging ke hadapan Dewa Surya, Siwa, dan Sapu Jagat, Barong Landung lalu dibawa ke tengah kuburan. Di situ, di tengah kegelapan malam kajeng kliwon, pemundut harus duduk di atas tiga tengkorak manusia sambil meneguhkan hatinya untuk menerima ritual yang paling mengguncangkan, yaitu masuci dan ngerehin.
Biasanya, jika Barong Landung ini sudah kalinggihin, akan ada pertanda jatuhnya kilatan cahaya gaib ke tubuh pemundut hingga ia kesurupan, dan Barong Landung pun menjadi terguncang-guncang tanpa kendali. Jika hal ini terjadi, maka Barong Landung telah dianggap "hidup" dan pantas diberi gelar Jro Gde untuk barong laki-lakinya dan Jro Luh untuk wanitanya.
Jro Gde memiliki tubuh hitam, rambut lurus lebat, mata sipit, gigi jongos, dan memakai keris. Sedangkan Jro Luh bertubuh ramping, putih seperti layaknya wanita Cina, dan memakai kebaya Cina. Kedua tangan kiri barong ini ditekuk ke pinggang, yang oleh pengamat kebatinan diyakini sebagai sikap pengendalian diri, mengingat kiri sama artinya dengan pengiwa. Lawan pengiwa adalah penengen -- tangan kanan, yang sengaja dibuat lurus sebagaimana jalan kebenaran.

3.      Sejarah Lahirnya Barong Landung
Banyak versi mengenai kisah lahirnya Barong Landung salah satunya yaitu :
            Barong Landung merupakan perwujudan dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus dan istrinya seorang Putri Cina bernama Kang Cing Wei. Dalam Barong Landung Raja Jaya Pangus diwujudkan dengan boneka besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit. Raja Jaya Pangus yang bertahta di Pejeng yang tidak diketahui di Bali pada jaman paparaton dari dinasti Warmadewa, didampingi oleh seorang Bhagawan yang sakti dan bijaksana bernama Empu Siwagana. Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina sudah terjadi tetapi Sang Hyang Bhagawanta tidak merestui perkawinan itu. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, yakni telah dengan berani mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei itu. Empu Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat kerajaan menjadi banjir dan tenggelam. Walaupun perkawinanya tidak direstui oleh Dewa, ia tetap mencintai istrinya seorang Cina itu. Raja Jaya Pangus akhirnya pergi dan membuat kerajaan baru yang diberi nama kerajaan Balingkang. Nama ini merupakan perpaduan dari kata Bali = bali, dan Kang = Cina. Raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak mempunyai keturunan, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan seorang anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini yaitu Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei yang lama menunggu suaminya pulang, mulai gelisah, Ia bertekad menyusul ke Gunung Batur. Namun di sana, di tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala menemukan suaminya telah menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.
Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Dengan kekuatan gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini. Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri  “Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei”  itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
4.      Fungsi Barong Landung
Fungsi dari Barong Landung yaitu  sebagai pelindung/ untuk  mengusir  pengaruh jahat, upacara penolak bala dan  pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung adalah potret persatuan dua budaya di Pulau Dewata. Barong Landung banyak di jumpai di sekitar Bali Selatan seperti Badung, Denpasar, Gianyar dan Tabanan.
Biasanya apabila di masyarakat terjadi suatu serangan wabah penyakit, maka dengan didahului proses permohonan spiritual oleh masyarakat kepada Ida Bhatara Dalem Sakti (Jero Gede) dan Jero Luh supaya berkenan turun ke dalam lambang berbentuk Barong Landung untuk mengusir para roh jahat yang mengganggu masyarakat desa. Setelah dilaksanakan permohonan maka Barong Landung diarak keliling kampung dan menari di depan setiap pintu gerbang pekarangan rumah (lawangan) yang satu ke lawangan rumah yang lain. Karena itulah maka prosesi ini disebut dengan Ngelawang, biasanya dilakukan cukup lama, sampai beberapa hari untuk dapat memenuhi seluruh permohonan seluruh warga desa (mencapai seluruh lawangan rumah penduduk desa).
Pada waktu menari di depan lawangan setiap penduduk, masyarakat pemilik lawangan menghaturkan sesajen canangsari (penguntap/permohonan) berisi dua biji uang kepeng dan segehan (upah kepada pengiring niskala-nya), dipersembahkan sebagai permohonan anugerah kesembuhan, keselamatan, kedamaian (nunas tamba), dibimbing pemangku Barong Landung. Sebaliknya masyarakat bersangkutan mendapat air suci (tamba atau obat) dari Jero Gede dan Jero Luh untuk diperciki pada setiap anggota keluarga, bangunan, binatang peliharaan dan pekarangan, agar terhindar dari wabah penyakit. Penggunaan uang kepeng pada sesajen, sekarang oleh kebanyakan warga masyarakat sering dikelirukan maknanya, sehingga diganti dengan uang rupiah saja, yang seolah artinya membeli air suci. Padahal, pemakaian uang kepeng harus tetap sebagai sesari dari syarat canangsari (bentuk sesajen paling sederhana), walaupun berisi uang rupiah yang nilainya jauh lebih besar.

5.      Makna Barong Landung
Barong landung secara simbolik adalah salah satu manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Makna simbolis dalam barong landung lainnya disarikan dan dimodifikasi dari hasil penelitian Gadung (2008: 152-155), sebagai berikut:
1)      Rambut Jero Gede terurai panjang adalah sebagai simbol bahwa dalam kehidupan ini tidak luput dari kekusaman atau kekeringan atau kepanasan (masalah). Sedangkan rambut Jero Luh yang disanggul melambangkan suasana hati yang sejuk, atau mampu menyejukkan udara yang panas. Pada intinya disini barong landing menggambarkan adanya suatu keseimbangan.
2)       Mata Jero Gede yang melotot, simbol maha melihat atau mengetahui, dapat memantau baik-buruk, benar-salah prilaku ciptaanNya di Bumi. Jero Luh bermata sipit dengan jidat menonjol (jantuk), simbol ketenangan dalam memikirkan apa yang harus dilakukan kala ada masalah yang menimpa ciptaanNya di Bumi. Inti yang digambarkan adalah disini manusia diharapkan dapat membedakan suatu mana yang baik dan mana yang buruk, dan ketenangan dalam menghadapi masalah
3)       Mulut Jero Gede yang lebar dengan gigi tongos dan bertaring adalah simbol kemurkaan dan kegeraman dan kemahakuasaan. Sedangkan Jero Luh tersenyum simpul, simbol kelembutan dan kehalusan budi atau hati. Makna semuanya adalah segala masalah dalam kehidupan ini tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan, melainkan harus dengan kepala dingin dan kelembutan budi atau hati untuk tercapainya mufakat. Setiap kekerasan harus dilawan dengan kelembutan dan ketabahan (bukan dengan kekerasan) demi tercapainya ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat.
4)      Warna kulit Jero Gede hitam dan Jero Luh putih adalah simbol rwa bhineda yaitu dua unsur yang selalu bertentangan tetapi harus tetap berpasangan (binnary oppotition), yang akan melahirkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Makna simbolisnya, masyarakat harus mampu menerima adanya sifat dualistis tersebut secara bijaksana, menerima perbedaan sebagai sebuah dinamika yang memang dibutuhkan dalam memacu gerak maju kehidupan ini.
5)      Badan barong landung tinggi besar dengan salah satu tangan bertolak pinggang (matungked bangkiang), adalah simbol kegagah-beranian dalam menghadapi segala tantangan dan berbagai ancaman yang ingin mengancam keselamatan dan kedamaian masyarakat. Makna intinya, masyarakat harus teguh akan keyakinan dan ketakwaannya kepada Ida Sang Hyang Widhi, yang akan selalu siap mengayomi, menyelamatkan masyarakat dan siap menghadapi dan menghan-curkan kekuatan jahat yang ingin mengganggu manusia.
6)      Pakaian barong landung, berbaju dengan lengan panjang, dan kain (wastra) serta selimut bawah (kampuh/saput) adalah simbol kematangan jiwa. Maknanya, sebelum berbuat masyarakat harus memikirkan dulu secara matang segala sesuatunya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak citra dan martabat kemanusiaan.
Pendapat lain adalah menurut Surya Dharma, barong landung laki-laki berwajah seram, kulit hitam, tubuh tinggi besar, porem muka tua, disebut Ida Bhatara Dalem Sakti atau Jero Gede Dalem Sakti. Wajah seram lambang kewibawaan; Kulit hitam lambang Wisnu, Pemelihara, Pelindung; Tubuh tinggi besar lambang kekuasaan; Porem muka tua lambang sangat dihormati (dituakan), lambang leluhur, dan yang paling dituakan oleh umat manusia dan segala mahkluk adalah Tuhan Yang Mahaesa. Barong landung wanita berwajah manis, jidat dan kening sangat menonjol, mata sipit, dagu panjang, kuping lebar, tubuh tinggi, porem muka tua, disebut Jero Luh atau Ida Bhatara Ratu Ayu Subandar. Jidat dan kening menonjol (jantuk) adalah simbol/lambang dari kecerdasan atau IQ tinggi; Dagu panjang lambang dari budayanya tinggi; Kuping lebar lambang dari tanggap terhadap rakyat dan pintar; Kulit putih lambang dari kebajikan dan kebijaksanaan. Porem muka tua lambang sangat dihormati (dituakan) atau sumber asal dari semua mahkluk hidup.
Kedua tokoh yang dilukiskan berwarna hitam dan berwarna putih adalah perlambangan dari kebijaksanaan, keadilan atau kewenangan untuk menentukan atau menegakkan kebajikan Jadi inti makna yang disampaikan dari Barong Landung ini adalah adanya “Rwabineda”.

6.      Bentuk Barong Landung
Barong Landung berbeda dengan barong lainnya, bentuk Barong Landung yaitu berupa boneka besar dan tinggi, tingginya kira-kira 3 meter atau 2 kali ukuran manusia biasa. Dan Barong Landung ada 2 yaitu Barong Landung laki-laki disebut Jero Gede dan wujud sangat menakutkan yaitu berupa boneka besar hitam dan giginya ronggoh/menonjol. Barong Landung wanita diberi nama Jero Luh dan diwujudkan dalam bentuk boneka cantik tinggi langsing bermata sipit, warna topengnya putih kekuning-kuningan menyerupai kulit orang Cina.
















Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar