BARONG LANDUNG
1.
Pengertian
Barong
Barong menurut
Kamus Bali-Indonesia (Warna, 1993: 63) merupakan perwujudan binatang mitologi
sebagai lambang kebenaran untuk melawan kekuatan kebatilan yang merusak.
Menurut Kardji (1993: 53) kata barong berasal dari kata sanskerta b(h)arwang,
yang berarti bear (dalam bahasa Inggris) atau binatang beruang (dalam
bahasa Indonesia). Sedangkan Zoetmulder, 1995: 112; Titib, 2001: 417)
berpendapat bahwa kata barong berasal dari bahasa Jawa Kuna “barwang”
yang berarti beruang, beruang madu (Ursus Malayanus). Kata barwang ini
dapat ditemui dalam kitab Ramayana (12.61), Sumanasantaka (159.3), Sutasoma
(95.6), Arjuna Wijaya (10.14). Dalam kitab Sutasoma (131.1c) dan Bharatayuddha
(9.3; 46.14) ada ditemukan kalimat singha barwang alayu, yang sering
dikombinasi menjadi singha barong. Dengan demikian bagi Titib, kata barong
berasal dari kata beruang, mengingat binatang beruang sudah sejak lampau
telah populer dikenal di India, Tiongkok, Asia Tenggara, Sumatra, Jawa
dan Bali, terbukti telah populer disebut-sebut di dalam karya sastra.
Berangkat
dari persepsi yang demikian itu, maka diduga kata barong berasal dari
kata-kata dalam bahasa Bali sendiri, yaitu Ba + Rong atau Bah
+ Rong. Ba atau Bah suku kata depan dari kata b(h)aga artinya
badan (Anandakusuma, 1986: 14) dan baga artinya lubang pada kelamin
wanita (Warna, 1993: 51), juga bisa berasal dari kata bah diambil dari
kata jadian bah bangun (bahasa Bali) artinya ukuran panjang, lebar dan
tinggi dari 2
Bangunan Tradisional
Bali (Warna, 1993: 51), serta rong juga artinya ruang atau rongga
(Anandakusuma, 1986: 162). Dengan demikian barong (bahrong) dapat
berarti ruang atau rongga dari badan atau tubuh dilengkapi dengan lubang masuk
ruangnya, atau juga berarti ukuran panjang, lebar dan tinggi dari ruang (bah
bangun rong) dari makhluk mitologi yang dibuat. Ini akan sangat tepat
dengan perubahan/pertukaran pemakaian huruf b-p-m dalam kata jadian bahasa
Bali, misalnya bapang (hiasan leher) menjadi mapangin (mengisi/memasang
bapang pada leher).
Jadi, barong adalah
perwujudan mahkluk mitologi (bhawa dari Tuhan), yang bagian dalamnya
dibuat beruang atau berongga sesuai dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi
tubuh manusia (ergonomik) yang akan menarikan, sebagai lambang peringatan
pertarungan antara kebenaran, kebajikan dalam melawan kebatilan atau kekuatan
yang merusak.
2.
Latar
Belakang Barong Landung
Barong
sudah terkenal sejak dulu, salah satu barong yang terkenal yaitu Barong
Landung. Barong Landung adalah salah satu jenis kesenian barong dari banyak seni sakral
di Bali, merupakan kesenian yang dipentaskan pada saat pelaksanaan suatu yadnya, dan disesuaikan dengan keperluannya.
Pementasan seni sakral ini sangat disucikan dan dikeramatkan oleh masyarakat
Bali, dengan tujuan terciptanya dan tetap terjaganya keharmonisan alam semesta
ini.Barong ini tidak berwujud binatang, melainkan berwujud manusia
laki-laki dan perempuan. Kata landung dalam bahasa Bali berarti tinggi,
karena wujud dari barong ini baik yang laki-laki maupun yang perempuan semuanya
tinggi-tinggi, dimainkan seperti ondel-ondel Betawi. Barong landung seperti
barong-barong lainnya sangat disakralkan oleh umat “panyunsung” (pemuja)
-nya. Tidak hanya sepasang laki-laki dengan taringnya yang melengkung ke luar,
yang disebut Jero Gede, dan perempuan yang berwarna putih/kuning
(wajahnya mirip orang Tionghoa), yang disebut Jero Luh, tetapi juga
diikuti oleh beberapa pengiring sebagai putra dan putrinya. Sering dipentaskan
dalam rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan untuk mengusir para bhuta
kala (unsur negatip yang selalu ingin menganggu kehidupan manusia).
Tapi Barong Landung
ternyata lebih dari sekadar kisah sejarah. Ia
bukan saja perkawinan lahiriah, tetapi juga budaya. Pernik-pernik budaya Cina
seperti pis bolong, patra cina, barong sae, telah lama dikawinkan dengan budaya
Bali, bahkan dalam bidang filsafat telah pula melahirkan paham Siwa Budha yang
terus memperkaya tradisi agama Hindu sampai sekarang di Bali.
Juga, Barong Landung bukanlah sekadar penghias pura, ia adalah duwe dengan segala perwujudannya yang sangat
keramat. Ia dibuat pada dewasa ayu kilang-kilung, dari kayu bertuah seperti
pule, jaran, waruh teluh, kepah, kapas, dan "dihidupkan" dengan
ritual prayascita serta di-plaspas untuk menghapuskan papa klesa secara sekala
niskala. Di sini, ia pun diberi pedagingan berupa
perak, emas, dan tembaga, juga pudi mirah (sejenis permata) yang dipasangkan di
ubun-ubun lengkap dengan rerajahan-nya -- ang, ung, dan mang.
Setelah seluruh bagian tubuhnya disatukan
dalam upakara masupati yang dipermaklumkan oleh sulinggih, pemangku, maupun
sangging ke hadapan Dewa Surya, Siwa, dan Sapu Jagat, Barong Landung lalu
dibawa ke tengah kuburan. Di situ, di tengah kegelapan malam
kajeng kliwon, pemundut harus duduk di atas tiga tengkorak manusia sambil
meneguhkan hatinya untuk menerima ritual yang paling mengguncangkan, yaitu
masuci dan ngerehin.
Biasanya, jika Barong Landung ini sudah kalinggihin, akan ada pertanda jatuhnya kilatan cahaya gaib ke tubuh
pemundut hingga ia kesurupan, dan Barong Landung pun menjadi terguncang-guncang
tanpa kendali. Jika hal ini terjadi, maka Barong Landung telah dianggap
"hidup" dan pantas diberi gelar Jro Gde untuk barong laki-lakinya dan
Jro Luh untuk wanitanya.
Jro Gde memiliki tubuh hitam, rambut lurus
lebat, mata sipit, gigi jongos, dan memakai keris. Sedangkan Jro Luh bertubuh ramping, putih seperti layaknya wanita
Cina, dan memakai kebaya Cina. Kedua tangan kiri barong ini ditekuk ke
pinggang, yang oleh pengamat kebatinan diyakini sebagai sikap pengendalian
diri, mengingat kiri sama artinya dengan pengiwa. Lawan pengiwa adalah penengen -- tangan kanan, yang sengaja dibuat
lurus sebagaimana jalan kebenaran.
3.
Sejarah
Lahirnya Barong Landung
Banyak
versi mengenai kisah lahirnya Barong Landung salah satunya yaitu :
Barong Landung merupakan perwujudan
dari raja Bali yaitu Raja Jaya Pangus dan istrinya seorang Putri Cina bernama
Kang Cing Wei. Dalam Barong Landung Raja Jaya Pangus diwujudkan dengan boneka
besar hitam dan giginya ronggoh, sedangkan putri Kang Cing Wei ditokohkan
dengan boneka cantik tinggi langsing bermata sipit. Raja Jaya Pangus yang
bertahta di Pejeng yang tidak diketahui di Bali pada jaman paparaton dari
dinasti Warmadewa, didampingi oleh seorang Bhagawan yang sakti dan bijaksana
bernama Empu Siwagana. Perkawinan Raja Jaya Pangus dengan Putri Cina sudah
terjadi tetapi Sang Hyang Bhagawanta tidak merestui perkawinan itu. Sri Jaya
Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, yakni telah
dengan berani mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei itu. Empu
Siwagana lalu menghukum Raja Jaya Pangus dengan membuat hujan lebat dan membuat
kerajaan menjadi banjir dan tenggelam. Walaupun perkawinanya tidak direstui
oleh Dewa, ia tetap mencintai istrinya seorang Cina itu. Raja Jaya Pangus
akhirnya pergi dan membuat kerajaan baru yang diberi nama kerajaan Balingkang.
Nama ini merupakan perpaduan dari kata Bali = bali, dan Kang = Cina. Raja
kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama
mereka tidak mempunyai keturunan, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon
kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya
ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan
seorang anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini yaitu Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei yang lama menunggu suaminya
pulang, mulai gelisah, Ia bertekad menyusul ke Gunung Batur. Namun di sana, di
tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala menemukan suaminya
telah menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.
Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah
membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Dengan kekuatan
gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini.
Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri “Dalem Balingkang dan
Kang Cing Wei” itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura
dan Bhati Mandul. Patung inilah kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
4.
Fungsi
Barong Landung
Fungsi dari Barong Landung yaitu sebagai pelindung/ untuk mengusir
pengaruh jahat, upacara penolak bala dan pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung
adalah potret persatuan dua budaya di Pulau Dewata. Barong Landung banyak di
jumpai di sekitar Bali Selatan seperti Badung, Denpasar, Gianyar dan Tabanan.
Biasanya apabila di masyarakat terjadi suatu serangan wabah
penyakit, maka dengan didahului proses permohonan spiritual oleh masyarakat
kepada Ida Bhatara Dalem Sakti (Jero Gede) dan Jero Luh supaya berkenan turun
ke dalam lambang berbentuk Barong Landung untuk mengusir para roh jahat yang
mengganggu masyarakat desa. Setelah dilaksanakan permohonan maka Barong Landung
diarak keliling kampung dan menari di depan setiap pintu gerbang pekarangan
rumah (lawangan) yang satu ke lawangan rumah yang lain. Karena
itulah maka prosesi ini disebut dengan Ngelawang, biasanya dilakukan
cukup lama, sampai beberapa hari untuk dapat memenuhi seluruh permohonan
seluruh warga desa (mencapai seluruh lawangan rumah penduduk desa).
Pada waktu menari di depan lawangan setiap penduduk,
masyarakat pemilik lawangan menghaturkan sesajen canangsari (penguntap/permohonan)
berisi dua biji uang kepeng dan segehan (upah kepada pengiring niskala-nya),
dipersembahkan sebagai permohonan anugerah kesembuhan, keselamatan, kedamaian (nunas
tamba), dibimbing pemangku Barong Landung. Sebaliknya masyarakat bersangkutan
mendapat air suci (tamba atau obat) dari Jero Gede dan Jero Luh untuk
diperciki pada setiap anggota keluarga, bangunan, binatang peliharaan dan
pekarangan, agar terhindar dari wabah penyakit. Penggunaan uang kepeng pada
sesajen, sekarang oleh kebanyakan warga masyarakat sering dikelirukan maknanya,
sehingga diganti dengan uang rupiah saja, yang seolah artinya membeli air suci.
Padahal, pemakaian uang kepeng harus tetap sebagai sesari dari syarat canangsari
(bentuk sesajen paling sederhana), walaupun berisi uang rupiah yang
nilainya jauh lebih besar.
5.
Makna Barong
Landung
Barong landung secara
simbolik adalah salah satu manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Makna simbolis
dalam barong landung lainnya disarikan dan dimodifikasi dari hasil penelitian
Gadung (2008: 152-155), sebagai berikut:
1)
Rambut Jero Gede terurai panjang adalah sebagai
simbol bahwa dalam kehidupan ini tidak luput dari kekusaman atau kekeringan
atau kepanasan (masalah). Sedangkan rambut Jero Luh yang disanggul melambangkan
suasana hati yang sejuk, atau mampu menyejukkan udara yang panas. Pada intinya
disini barong landing menggambarkan adanya suatu keseimbangan.
2)
Mata Jero
Gede yang melotot, simbol maha melihat atau mengetahui, dapat memantau
baik-buruk, benar-salah prilaku ciptaanNya di Bumi. Jero Luh bermata sipit
dengan jidat menonjol (jantuk), simbol ketenangan dalam memikirkan apa yang
harus dilakukan kala ada masalah yang menimpa ciptaanNya di Bumi. Inti yang
digambarkan adalah disini manusia diharapkan dapat membedakan suatu mana yang
baik dan mana yang buruk, dan ketenangan dalam menghadapi masalah
3)
Mulut
Jero Gede yang lebar dengan gigi tongos dan bertaring adalah simbol kemurkaan
dan kegeraman dan kemahakuasaan. Sedangkan Jero Luh tersenyum simpul, simbol
kelembutan dan kehalusan budi atau hati. Makna semuanya adalah segala masalah
dalam kehidupan ini tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan, melainkan harus
dengan kepala dingin dan kelembutan budi atau hati untuk tercapainya mufakat.
Setiap kekerasan harus dilawan dengan kelembutan dan ketabahan (bukan dengan
kekerasan) demi tercapainya ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat.
4)
Warna kulit Jero Gede hitam dan Jero Luh putih
adalah simbol rwa bhineda yaitu dua unsur yang selalu bertentangan
tetapi harus tetap berpasangan (binnary oppotition), yang akan
melahirkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Makna simbolisnya,
masyarakat harus mampu menerima adanya sifat dualistis tersebut secara
bijaksana, menerima perbedaan sebagai sebuah dinamika yang memang dibutuhkan
dalam memacu gerak maju kehidupan ini.
5)
Badan barong landung tinggi besar dengan salah
satu tangan bertolak pinggang (matungked bangkiang), adalah simbol
kegagah-beranian dalam menghadapi segala tantangan dan berbagai ancaman yang
ingin mengancam keselamatan dan kedamaian masyarakat. Makna intinya, masyarakat
harus teguh akan keyakinan dan ketakwaannya kepada Ida Sang Hyang Widhi, yang
akan selalu siap mengayomi, menyelamatkan masyarakat dan siap menghadapi dan
menghan-curkan kekuatan jahat yang ingin mengganggu manusia.
6)
Pakaian barong landung, berbaju dengan lengan
panjang, dan kain (wastra) serta selimut bawah (kampuh/saput) adalah simbol
kematangan jiwa. Maknanya, sebelum berbuat masyarakat harus memikirkan dulu
secara matang segala sesuatunya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan yang dapat merusak citra dan martabat kemanusiaan.
Pendapat lain adalah menurut Surya Dharma,
barong landung laki-laki berwajah seram, kulit hitam, tubuh tinggi besar, porem
muka tua, disebut Ida Bhatara Dalem Sakti atau Jero Gede Dalem Sakti. Wajah
seram lambang kewibawaan; Kulit hitam lambang Wisnu, Pemelihara, Pelindung;
Tubuh tinggi besar lambang kekuasaan; Porem muka tua lambang sangat dihormati
(dituakan), lambang leluhur, dan yang paling dituakan oleh umat manusia dan
segala mahkluk adalah Tuhan Yang Mahaesa. Barong landung wanita berwajah manis,
jidat dan kening sangat menonjol, mata sipit, dagu panjang, kuping lebar, tubuh
tinggi, porem muka tua, disebut Jero Luh atau Ida Bhatara Ratu Ayu
Subandar. Jidat dan kening menonjol (jantuk) adalah simbol/lambang
dari kecerdasan atau IQ tinggi; Dagu panjang lambang dari budayanya tinggi;
Kuping lebar lambang dari tanggap terhadap rakyat dan pintar; Kulit putih
lambang dari kebajikan dan kebijaksanaan. Porem muka tua lambang sangat
dihormati (dituakan) atau sumber asal dari semua mahkluk hidup.
Kedua tokoh yang dilukiskan berwarna hitam dan berwarna putih
adalah perlambangan dari kebijaksanaan, keadilan atau kewenangan untuk
menentukan atau menegakkan kebajikan Jadi inti makna yang disampaikan dari
Barong Landung ini adalah adanya “Rwabineda”.
6.
Bentuk
Barong Landung
Barong Landung berbeda dengan barong lainnya, bentuk Barong
Landung yaitu berupa boneka besar dan tinggi, tingginya kira-kira 3 meter atau
2 kali ukuran manusia biasa. Dan Barong Landung ada 2 yaitu Barong Landung
laki-laki disebut Jero Gede dan wujud sangat menakutkan yaitu berupa boneka
besar hitam dan giginya ronggoh/menonjol. Barong Landung wanita diberi nama
Jero Luh dan diwujudkan dalam bentuk boneka cantik tinggi langsing bermata
sipit, warna topengnya putih kekuning-kuningan menyerupai kulit orang Cina.
http://profsuli.files.wordpress.com/2011/07/berbagai-kisah-lahirnya-barong-landung-di-bali1.pdf,
22 Mei 2012, 16:20.
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1718&Itemid=29,
22 Mei 2012, 16:22.
http://kevinabali.wordpress.com/2011/09/27/barong-landung/,
22 Mei 2012, 16:30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar