PEMBAHASAN
KESUSASTRAAN
DAN AJARAN-AJARAN YOGA DARSANA
PENGERTIAN
YOGA
Yoga Darsana termasuk
salah satu dari sad Darsana yang mengakui otoritas Weda sebagai sumber
dari segala sumber. Sejak dulu, yoga sudah dikenal sebagai metode yang ampuh
untuk menyelaraskan kembali tubuh, pikiran dan jiwa manusia. Ajaran Yoga
merupakan praktek dari ajaran Samkhya dalam kehidupan nyata (http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html,
21/09/12, 20 : 02). Kata Yoga berasal dari akar kata “Yuj”
yang artinya menghubungkan dan Yoga itu sendiri merupakan pengendalian
aktivitas pikiran dan merupakan
penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi. Pendiri dari system Yoga adalah
Hiranyagarbha dan Yoga yang didirikan oleh Maharsi Patanjali adalah cabang atau
tambahan dari filsafat Samkhya, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para
murid yang memiliki temperamen mistis dan perenungan (Maswinara, 1999 : 163). System Yoga mirip dengan system Samkhya,
idenya didasarkan pada dvaita (dualitas) yaitu melihat alam semesta sebagai
subjek-objek dan tidak berbicara mengenai satu tuhan yang berpribadi. Yoga
secara langsung mengakui keberadaan Makhluk tertinggi (Isvara) (Nurkancana, 1995 : 275).
KESUSATRAAN
Tulisan
pertama tentang ajaran Yoga ini adalah kitab Yogasutra karya Maharesi patanjali, walaupun unsur-unsur ajarannya
sudah ada jauh sebelum itu. Ajaran Yoga sebenarnya sudah terdapat didalam kitab
suci Sruti maupun Smrti, demikian pula dalam Itihasa dan Purana. Setelah buku
Yogasutra muncullah kitab-kitab Bhasta
yang merupakan buku momentar terhadap karya Patanjali diatas, diantarnya Bhasya Nitti oleh Bhojaraja dan lain-lain. Komentar - komentar ini menguraikan ajaran
Yoga karya Patanjali yang berbentuk Sutra atau kalimat pendek dan padat
(http://artadharma.blogspot.com/2011/12/pokok-pokok-ajaran-darsana-yoga.html,
21/09/2012, 20:01).
Bernard mengatakan
bahwa YogaSutra terdiri dari 4 Bab.
Bab 1 yaitu Samadhipada yang mengemukakan tentang sifat dasar dan
tujuan Samadhi. Inilah teori atau ilmu pengetahuan Yoga. Bab II Sadhana Pada, membicarakan tentang Seni
Yoga, dan sekaligus pula menjelaskan tentang cara pencapaian tujuan tersebut
(Samadhi). Bab III yang disebut dengan Vibhuti
Pada,memberikan uraian tentang kekuatan (daya-daya) supra alami yang dapat
dicapai melalui pelatihan Yoga. Sedangkan pada Bab IV disebut dengan Kaivalya Pada, membicarakan tentang
pembebasan sebagai tujuan akhir manusia (Maswinara, 1999 : 164).
Yang perlu diingat
bahwa pelaksanaan ajaran Yoga hendaknya mampu memberikan Vivekajnana, kemampuan untuk membedakan-bedakan yang benar dan yang
salah suatu kondisi untuk mencapai kelepasan. Pelaksanaan kelepasan bisa
dicapai melalui pengetahuan langsung mengenai perbedaan roh dan dunia jasmani.
Salah satu caranya adalah mampu mengendalikan fungsi badan, indrya, pikiran,
rasa ego dan menyadari adanya roh di atas segalanya.
Untuk mencapai kondisi
ini perlu adanya penyucian diri dan pemusatan pikiran serta melepasan segala
ikatan keduniawian untuk dapat membedakan antara Roh dan Jasmani.
AJARAN
YOGA DARSANA
Yoga untuk pertama
kalinya disistematis oleh Maharsi Sri Patanjali. Yoga memiliki daya tarik
tersendiri. Yoga secara langsung mengakui keberadaan makhluk Tertinggi (Isvara). Sebelum kita memahami mengenai
makhluk Tertinggi, kita harus tahu ajaran dalam Yoga. Adapun ajaran dalam Yoga Darsana yaitu meliputi :
1.
Tentang
Penciptaan Alam Semesta
Evolusi merupakan hasil
dari gerak atau perkembangan pertama dari sesuatu. Ajaran Samkhya Yoga mengenal
adanya dua azasi yang paling mendasar, disebut Purusa dan Prakerti. Antara
Purusa dan Prakerti terdapat suatu kekuatan
saling tarik menarik yang memang telah ada pada setiap prakerti sebagai
azas yang tidak memiliki kesadaran. Ibarat hubungan antara electron dengan
proton pada aliran listrik yang mampu menimbulkan api listrik. Demikian
pertemuan dengan prakerti, mampu melahirkan suatu wujud. Ini sebagai akibat
adanya perkembangan dari prakerti setelah adanya pertemuan dengan purusa.
Dengan pertemuan Prakerti dengan Purusa terjadi evolusi. Filsafat Yoga sering
disamakan dengan filsafat Samkhya, karena mengakui adanya dua unsure Purusa dan
Prakerti. Perbedaanya, samkhya tidak
pernah dalam ajarannya mengemukakan eksistensi
Tuhan. Dengan perkataan lain samkhya tidak mengakui keberadaan Tuhan, meski ia
mengakui kewenangan Veda, ada dalam kelompok Astika serta mengakui kehidupan di
akhirat. Oleh karenanya Samkhya disebut ajaran Nir Iswara Samkhya. Sedangkan
Yoga disebut Sa Iswara, percaya pada Tuhan adalah satu-satunya objek termulia
dan tertinggi untuk dikosentrasikan, karena Beliau Maha Sempurna, Maha Adil,
Maha Agung, Maha Pengasih, dan lain sebagainya.
Telah disebutkan bahwa
pertemuan antara Purusa dengan Prakerti akan menimbulkan penciptaan. Penciptaan
di awali oleh suatu evolusi. Ini terjadi pada Prakerti itu sendiri, setelah
adanya Samyoga.
Ada perbedaan antara
ajaran Yoga dengan Samkhya. Ini dapat dilihat pada ajarannya tentang penciptaan
alam semesta. Ajaran Yoga menjelaskan adanya dua azas pokok dalam penciptaan
alam semesta disebut Purusa dan Prakerti. Demikian juga dalam ajaran Samkhya.
Apabila Samkhya mengemukakan penciptaan tersebut mendasarkan pada dua puluh
lima prinsip atau tattwa, maka ajaran Yoga dengan dua puluh enam tattwa, yakni
menempatkan Iswara sebagai Yang Tertinggi dan Pembimbing, serta menggerakkan
Purusa dan Prakerti untuk saling bertemu. Ke 25 tattwa itu adalah Purusa dan
Prakerti 2 Tattwa, mahat (buddhi) 1 tattwa, manas 1 tattwa, ahamkara 1 tattwa,
Panca Jnanendrya dan Panca Kamendrya 10 tattwa, Panca Tanmatra 5 tattwa, Panca
Mahabhuta 5 tattwa. Patanjali sepakat dengan itu , hanya saja ada satu azas
yang Paling Tertinggi yang menggerakkan pertemuan Purusa dan Prakerti yakni
Iswara.
2.
Citta
dan Guna dalam Ajaran Yoga
Ajaran Filsafat Yoga
yang terpenting adalah Citta
(pikiran). Citta dipandang sebagai
hasil pertama dari Prakerti, yang juga meliputi Ahamkara dan Manas. Menurut sistem ini, yoga berfungsi
untuk mencapai cittavrttinirodha. Tujuan dari sistem yoga ini adalah
mengembalikan citta dalam keadaannya semula, yang murni tanpa perubahan,
sehingga dengan demikian purusa dibebaskan dari penderitaan.
Dalam sistem ini dijelaskan 5 (lima) keadaan pikiran
yang dipengaruhi oleh intensitas triguna (sattwam, rajas, tamas), yaitu: (1)
ksipta, pikiran didominasi oleh rajas, mengembara, berkeliaran diantara
objek-objek duniawi; (2) Mudha, pikiran didominasi oleh tamas, lamban, malas,
tertidur, dan tidak berdaya; (3) Wiksipta, pikiran dipengaruhi oleh sattwam dan
rajas, masih dalam keadaan goyang antara meditasi dan obyektivitas; (4) Ekagra,
pikiran didominasi oleh sattwam dalam keadaan meditasi (terpusat); dan (5)
Niruddha, pikiran terhenti, berhenti dari kerjanya berpikir.
Menurut Maharsi Patanjali, orang yang tidak memiliki
pengetahuan yang benar, pikirannya akan diserang oleh 5 (lima) sumber
penderitaan (klesa), yaitu: awidya (kegelapan), asmita (keakuan), raga
(keinginan), dwesa (kebencian), dan abhiniwesa (keduniawian). Walaupun klesa
ini tidak dapat dilenyapkan, tetapi dengan melaksanakan disiplin yoga
intensitas klesa ini dapat dikurangi seminimal mungkin.
Sistem filsafat yoga benar-benar praktis, langsung membahas
hakikat pikiran, modifikasi-modifikasinya, pertumbuhan, gangguan-gangguan dan
metode untuk mencapai tujuan hidup tertinggi, yaitu pembebasan (kaiwalya).
Orang yang terbiasa mengendalikan pikiran adalah orang yang paling berbahagia
hidup di dunia ini.
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Pikiran selalu
bersifat dualistik yang pada dasarnya merupakan sumber dari segala konflik yang
terjadi dalam diri setiap manusia. Dualitas yang paling mendasar adalah
dualitas antara ‘aku’ dan ‘bukan aku’ (subjek dan objek).
Bila seseorang mengulangi sebuah pikiran, ia akan
dengan mudah mengulangi getaran pikiran yang serupa. Makin sering seseorang
mengulang-ulangi sebuah pikiran, semakin kuat pula kemungkinannya untuk
bergetar kembali. Sesudah banyak mengulangi, maka akan timbul kecenderungan dan
zat badan mental yang dengan otomatis mengulangi getarannya sendiri. Jadi
dengan pikiran, dapat dibentuk kebiasaan apa saja yang dipilih. Tak ada
kebajikan yang tidak dapat diciptakan dengan pikiran. Daya-daya alam bekerja
bersama manusia, apabila manusia memahami bagaimana menggunakannya
dan daya-daya tersebut akan menjadi pelayannya.
Pikiran bisa dikatakan tanpa substansi hanya dalam konteks
jika pikiran tidak memiliki karakteristik atau hal yang dipikirkan. Akan
tetapi, pikiran tidak bisa dikatakan sebaga yang tanpa materi dalam konteksnya
sebagai Brahman yang merupakan roh murni. Pikiran juga adalah material, zat
yang halus (http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html,
21/09/12, 20 : 02).
Di dalam Citta ini
Purusa dipantulkan. Dengan penerimaan Purusa Citta menjadi sadar dan berfungsi.
Tiap Citta berhubungan dengan satu Citta, yang disebut Karana Citta (I Gusti
Made Ngurah, 1999 : 123). Dalam hal ini sattwa lebih berkuasa dari pada dua
unsure tiga guna lainnya.
Ia dapat digambarkan,
mengambil beragam rupa, sehingga rupa-rupa yang terjadi itu menyusun gerakan-gerakan pikiran.
Gerakan-gerakan pikiran ini bisa berubah-rubah. Perubahan-perubahan itu disebut
gelombang-gelombang pikiran atau kisaran-kisaran pikiran. Kalau citta
memikirkan tentang kebakaran, maka gelombang-gelombang atau gerakan-gerakan
pikiran tentang kebakaran akan terbentuk dalam lautan citta. Namun ia akan
berangsur-angsur surut apabila citta telah memikirkan hal-hal yang lain,
sehingga vrittis yang baru muncullah. Inilah yang disebut dalam system Yoga
karana Citta. Ia bisa mengembang, mengecil, surut dan membesar. Pada diri manusia ia bisa mengembang sesuai dengan gelombang pikiran.
Pada awal penciptaan
dan melahirkan citta, dimaksudkan ada
gabungan di dalamnya yakni buddhi, ahamkara dan manas. Menimbulkan juga
keseimbangan citta menjadi “gerak” atau
“aktivitas”. Rajas sebagai salah satu unsure yang membangun tri Guna terangsa
dalam perkembangan itu. Hal ini pula mengguncangkan keseimbangan sattwa dan
tamas. Pada diri manusia tiga gunas ini tidak pernah lepas dari saling
mempengaruhi, meskipun ketika membangun Prakerti berada dalam keadaan seimbang,
sehingga tidak mengherankan dalam kegoncangan itu tiga guna itu saling ingin
saling menguasai dan mendominasi dalam diri manusia. Salah satu dari yang
lainnya akan menampakkan temperamen manusia, meskipun tidak permanent.
Pergolakan tiga guna
juga cenderung membawa manusia pada samsara. Dengan samsara pula manusia
cenderung mengalami penderitaan atau kebahagiaan. Ini bergantung pada
wiwekajnana, pengetahuan untuk membedakan jiwa dengan produk (bendani) dan
klesa-klesa pada dirinya seperti kebodohan (avidya) menyamakan roh dengan
jasmani, pikiran dan perasaan, terikat pada nafsu.
3.
Hubungan
Roh dengan Citta
Baik dalam ajaran
filsafat Samkhya maupun Yoga, Roh dipandang sebagai kekuatan yang bebas dan
bersatu dengan badan. Ia memiliki sifat kesadaran murni, bebas dari batas-batas
jasmani dan kegoncangan dalam pikiran. Karena kebodohanlah, setelah masuk ke
badan jasmani, ia samakan dirinya dengan alam pikiran, yang dalam ajaran Yoga,
alam pikiran disebut Citta.
Ketika citta mulai
berhubungan dengan objek dunia melalui manah, maka ia mulai mengenal objek itu,
sehingga apa yang terwujud dalam citta itu kemudian menyusun gerakan-gerakan
pikiran. Ini dapat berubah kalau citta memikirkan dan mengenal suatu objek yang
baru. Pada saat inilah roh mengenal objek, dalam arti ketika citta berubah karena mengenal suatu objek dan menyesuaikan
diri dengan objek tersebut, maka roh pun mengenal objek melalui perubahan
–perubahan citta. Dalam kehidupan
sehari-hari, Citta disamakan dengan Vrtti yaitu bentuk-bentuk perubahan
Cittadalam penyesuaian diri dengan objek pengamatan. Melalui aktivitas Citta
ini, Purusa tampak bertindak, bergirang dan menderita. Perubahan citta dapat diklasifikasikan
menjadi lima macam yaitu :
1) Pramana
yaitu pengamatan yang benar
2) Wiparyaya
yaitu pengamatan yang salah
3) Wikalpa
yaitu pengamatan dalam kata-kata
4) Nidra
yaitu tidur
5) Smrti
yaitu ingatan (I Gusti Made Ngurah, 1999 : 123).
Bila citta atau alam
pikiran diubah ke dalam jenis gerakan-gerakan pikiran maka roh pun dipantulkan
pada keadaan itu, suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya perubahan citta.
Dengan perkataan lain citta mengalami perubahan, maka roh pun dipantulkan pada
keadaan itu. Dengan demikian roh pun memandang dirinya mengalami kelahiran,
kamatian, tidur, terjaga, berbuat salaha, benar dan sebagainya, meski ia
sendiri mengatasi segalanya. Ketika roh memasuki badan jasmani, menimbulkan
adanya penghidupan, dan gerak yang disemangati oleh roh itu sendiri. Ia menjadi
pelaku lima klesa atau sumber kesedihan yakni awidya, asmita, raga, dwesa dan
abhinewesa.
Selama adanya perubahan
dan kegoncangan pada citta, selama itu pula Roh terpantulkan pada
perubahan-perubahan itu. Perlu adanya
vivekajnana agar roh tidak menyamakan dirinya dengan roh yang dialami citta.
Ajaran filsafat Yoga
menjelaskan ketika indrya menerima suatu obyek di luar dirinya tanpa menentukan
suatu wujud terhadap yang diterima itu, maka penerimaan melalui pengamatan itu
disampaikan kepada manas.
4.
Pramana
Sebagaimana halnya
dengan ajaran filsafat Samkhya, ajaran filsafat Yoga pun dalam pandangan
epistimologinya memanfaatkan tiga pramana untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Ketiga Pramana itu adalah Pratyaksa pramana (persepsi), anumana Pramana
(Interferensi), dan Sabda Pramana (Testimony ferbal). Pengamatan yang dilakukan
melalui persepsi sama dengan yang dilakukan oleh ajaran filsafat Samkhya, yakni
Nirvikalpa (persepsi tidak pasti yakni pengamatan yang tidak menentukan) dan
Savikalpa (persepsi yang pasti atau menentukan). Kedua pengamatan ini akan
memberikan hasil yang berbeda. Ajaran Yoga menjelaskan ketika Indrya menerima
suatu objek dari luar dirinya tanpa menentukan suatu wujud terhadap yang
diterima itu maka penerimaan melalui pengamatan itu disampaikan kepada manas.
Kemudian dari pengamatan-pengamatan itu disusun dan menetukan sifat-sifat
pengamatan itu, apakah ia Nirvikalpa atau Savikalpa.
5.
Pandangan
Tentang Tuhan
Menurut Patanjali Tuhan
merupakan Purusa istimewa atau Roh Khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan,
karma, hasil yang diperoleh dan cara memperolehnya, pada-Nya merupakan batas
tertinggi dari benih Kemaha Tahuan, yang tak terkondisikan oleh waktu, yang
selamanya bebas dan merupakan Guru bagi para bijak jaman dahulu (Maswinara,
1999 : 164).
Selain itu, Patanjali
juga komentatornya berpandangan Tuhan bukan saja terkonsep dalam penciptaan
tetapi juga dalam praktek, dalam pemahaman tentang keberadaan-Nya, yakni
melalui tahapan-tahapan pelatihan Yoga. Oleh karena itu filsafat Yoga selain
theis, ia juga bersifat teoritis dan praktis.
Untuk membuktikan
pandangannya tentang eksistensi Tuhan dan ajarannya yang theis, Patanjali
mengemukakan argumentasinya sebagai berikut :
1) Ia
percaya adanya tingkatan di dunia ini, misalnya ada sesuatu yang baik, ada yang
lebih baik, dan yang paling baik dan yang paling sempurna.
2) Hal
ini tidak bertentangan dengan pernyataan kitab suci Veda, upanisad dan kitab
suci lainnya, bahwa Tuhan dipandang sebagai jiwa Yang Maha Agung, sempurna,
realitas yang utama dan menjadi tujuan terakhir dari segala yang ada di dalam
alam semesta ini.
3) Memang
benar ada Purusa dan Prakerti. Dua azas ini ibarat orang buta dan orang lumpuh.
Pertemuan dua azas ini memerlukan
pembimbing, penghubung, perantara, yang tiada lain adalah Tuhan, sehingga
terwujud alam semesta.
Dengan argumentasi ini,
maka Patanjali bukan saja ingin membuktikan keberadaan Tuhan melalui teori
ajaran filsafatnya, tetapi juga melalui pratek Yoga. Oleh karena itu
tahapan-tahapan pelatihan Yoga dilakukan, konsentrasi utama pikiran ditujukan
kepada Tuhan.
6.
Astangga
Yoga
Untuk mencapai tujuan
Yoga, yakni Kelepasan ( Moksa), maka Patanjali dalam bukunya Yogasutra menjelaskan adanya beberapa
langkah yang harus ditempuh, yang disebut Astanggayoga. Yoga Patanjali mengajarkan disiplin Astangga Yoga yang mengandung
disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatta
Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan fisik dan mengatur
pernapasan. Bila gerakan pernapasan dihentikan dengan cara kumbhaka, pikiran
menjadi tak tergoncang. Pemurnian badan dan pengendalian pernapasan merupakan
tujuan langsung dari Hatta Yoga. Ada 6 kegiatan pemurnian badan adalah : Dhauti (pembersihan perut), Basti (bentuk alami pembersihan usus),Neti (pembersihan lubang hidung), Trataka (penatapan tanpa berkedip
terhadap suatu objek), Nauli
(pengadukan isi perut), Kapalabhati
(pelepasan lendir melalui semacam pranayama). Serta pengendalian pernapasan
merupakan tujuan penggunaan Hatta Yoga. Badan akan diberikan kesehatan kemudaan
kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan Asana, Bandra, dan Mudra
(Maswinara, 1999 : 164).
Yoga merupakan satu
disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetahuan tentang diet, tidur,
pergaulan, kebiasaan, berkata, berpikir. Semua itu dilakukan dibawah pengawasan
yang cermat dari seorang Yogi (Guru) yang ahli memancarkan sinar kepada Jiva.
Yoga merupakan disiplin rohani dan ilmu
kerohanian merupakan mata pelajaran yang amat rumit dan kompleks. Seorang yang
tidak mempunyai seorang pembimbing sejati yang mengetahui segala seluk beluk
alam rohani, maka seseorang tidak akan dapat masuk ke dalamnya. Yoga juga
merupakan salah satu disiplin ajaran agama Hindu (Nurkancana, 1996 : 275).
Yoga merupakan suatu
usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga
juga meningkatkan daya konsentrasi, mengendalikan tingkah laku dan pengembaraan
pikiran, serta membantu untuk mencapai keadaan supra sadar atau Nirvikalpa.
Tujuan Yoga adalah untuk mengajarkan roh pribadi agar dapat mencapai penyatuan
yang sempurna dengan Roh Tertinggi, yang dipengaruhi oleh Vrtti atau gejolak
pemikiran dari pikiran, sehingga keadaannya menjadi jernih seperti Kristal yang
tak terwarnai oleh hubungan pikiran dengan obyek-obyek duniawi.
Astangga Yoga atau Yoga
dengan delapan anggota yang ditempuh melalui disiplin Yoga adalah :
1) Yama
(larangan) dan Niyama (Ketaatan). Pelaksanaan yama dan niyama membentuk
disiplin etika yang mempersiapkan para siswa Yoga untuk melaksanakan Yoga yang
sesungguhnya.
Perincian Patanjali
terhadap Yama :
(1)
Ahimsa atau tanpa kekerasan
(2)
Satya yaitu kejujuran atau kebenaran
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
(3)
Asteya atau pantang mencuri atau
menginginkan milik orang lain.
(4)
Brahmacarya atau pembujangan dalam
pikiran, perbuatan dan perkataan.
(5)
Aparigraha atau pantang kemewahan yang
melebihi apa yang diperlukan
Kelima
pantangan atau di patuhi, tanpa alasan pengelakan berdasarkan Jati (kedudukan pribadi), desa
(tempat kediaman), Kala (usia dan waktu) dan samaya (keadaan). Patanjali
mengatakan bahwa ketaatan kepada kelima Yama itu diwajibkan serta dipertahankan
dalam tiap keadaan dan merupakan kode etik Universal (Sarvabhauna Mahavrata) yang tak dapat diselewengkan dengan
bermacam-macam dalih (Maswinara, 1999 : 165).
Perincian Patanjali
terhadap Niyama adalah :
(1)
Sauca atau kebersihan lahir batin dan
menganjurkan kebajikan seperti Sattva Buddhi, Saumanasya (hati senang),
Ekagrata (Pemusatan buddhi), Indriyajaya (pengendalian nafsu-nafsu) dan
Atmadarsana ( realisasi diri).
(2)
Santosa atau kepuasan untuk memantapkan
mental.
(3)
Tapa atau berpantang (pengetatan diri).
(4)
Swaddhyaya atau mempelajari
naskah-naskah suci.
(5)
Isvarapranidhana atau penyerahan diri
kapada Tuhan.
2) Asana
merupakan sikap badan yang mantap dan nyaman, yang merupakan bantuan secara
fisik dalam berkonsentrasi.
3) Pranayama
atau pengaturan nafas,akan memberikan ketenangan dan kemantapan pikiran dan
kesehatan yang baik.
4) Pratyahara
adalah pemusatan pikiran dengan penarikan indrya-indrya dari segala obyek luar.
5) Dharana
merupakan pemusatan pikiran yang mantap pada suatu obyek tertentu.
6) Dhyana
merupakan pemusatan terus menerus tanpa henti terhadap obyek atau sering disebut
meditasi.
7) Samadhi
adalah pemusatan pikiran terhadap obyek
yang intensitas konsentrasi sedemikian rupa sehingga menjadi obyek itu
sendiri, dimana pikiran sepenuhnya bergabung dengan penyatuan dalam obyek yang
bermeditasi. Dalam Samadhi , seorang Yogi memasuki ketenangan tertinggi yang
tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya, yang berasal dari luar,
dari pikiran kehilangan fungsinya, dimana indria-indria terserap ke dalam
pikiran. Apabila semua perubahan pikiran terkendalikan, si pengamat atau
Purusa, terhenti dalam dirinya sendiri yang di dalam Yoga Sutranya Patanjali
disebutkan sebagai Svarupa Avasthanam (kedudukan dalam diri seseorang yang
sesungguhnya).
Ada 2 jenis tingkatan konsentrasi
atau Samadhi yaitu Samprajnata Samadhi atau konsentrasi sadar, dimana ada obyek
konsentrasi yang pasti dan pikiran tetap sadar akan obyek tersebut dan
Asamprajnata Samadhi, dimana perkeadaan antara obyek yang dimeditasikan dan
subyek menjadi lenyap dan terlampaui (Maswinara, 1999 : 166 -167). Ada 4 macam
Samprajnata Samadhi menurut jenis obyek renungan yaitu : Savitarka adalah bila pikiran itu terpusatkan pada suatu obyek
benda kasar seperti arca Deva atau Devi, Savicara
adalah bila pikiran itu terpusat pada suatu obyek yang halus atau tidak nyata
seperti Tan Matra, Sananda adalah bila pikiran itu terpusat pada suatu obyek
yang halus seperti rasa indryanya, dan Sasmita adalah bila pikiran itu
dipusatkan pada Asmita yaitu anasir rasa aku yang biasanya roh menyamakan
dengan ini (I Gusti Made Ngurah, 1999 : 125).
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Yoga merupakan praktek dari ajaran
Samkhya dalam kehidupan nyata. System
Yoga mirip dengan system Samkhya, idenya didasarkan pada dvaita (dualitas)
yaitu melihat alam semesta sebagai subjek-objek dan tidak berbicara mengenai
satu tuhan yang berpribadi.
Adapun Kesusastraan dan Ajaran dari Yoga
ini yiatu :
Kesusastraannya yaitu
kitab Yogasutra karya Maharesi patanjali, walaupun unsur-unsur ajarannya sudah
ada jauh sebelum itu. Ajaran Yoga sebenarnya sudah terdapat didalam kitab suci
Sruti maupun Smrti, demikian pula dalam Itihasa dan Purana. Bernard mengatakan
bahwa YogaSutra terdiri dari 4 Bab. Bab 1 yaitu Samadhipada yang
mengemukakan tentang sifat dasar dan tujuan Samadhi. Inilah teori atau ilmu
pengetahuan Yoga. Bab II Sadhana Pada,
membicarakan tentang Seni Yoga, dan sekaligus pula menjelaskan tentang cara
pencapaian tujuan tersebut (Samadhi). Bab III yang disebut dengan Vibhuti Pada,memberikan uraian tentang
kekuatan (daya-daya) supra alami yang dapat dicapai melalui pelatihan Yoga.
Sedangkan pada Bab IV disebut dengan Kaivalya
Pada, membicarakan tentang pembebasan sebagai tujuan akhir manusia
(Maswinara, 1999 : 164).
Yoga mengajarkan tentang :
1. Penciptaan
Alam Semesta
2. Citta
dan Guna
3. Hubungan
Roh dengan Citta
4. Pramana
5. Astangga
Yoga
12
|
DAFTAR PUSTAKA
Ngurah, I Gusti Made,
dkk. 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu
Untuk Perguruan Tinggi. Paramita : Surabaya.
Nurkancana, Wayan.1995.Tuhan Jiwa Alam Semesta Menurut Sad Darsana.
Yayasan Dharma Naradha: Denpasar.
Maswinara, I Wayan.1999.Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana
Samgraha). Paramita: Surabaya.
http://artadharma.blogspot.com/2011/12/pokok-pokok-ajaran-darsana-yoga.html,
21/09/2012, 20:01
http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html,
21/09/2012, 20:03)
TUGAS
DARSANA II
KESUSASTRAAN
DAN AJARAN-AJARAN
YOGA
DARSANA
Dosen
Pengampu :
Ketut
Bali Sastrawan, S.Ag. M.Pd.H.
Oleh
:
Kelompok
1 : PAH A
1.
I
Gd Wira Nusa Saputra 10.1.1.1.1.3858
2.
I
Gede Ngurah Swastawa 10.1.1.1.1.3860
3.
Putu
Indra Suartawan 10.1.1.1.1.3861
4.
Ni
Made Anggra Wahyuni 10.1.1.1.1.3862
5.
Ni
Putu Wahyu Putri Pratami 10.1.1.1.1.3863
6.
Gede
Surya Adnyana 10.1.1.1.1.385
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
2012
Pembangun ajaran yoga darsana adalah Resi Patanjali. Artinya, Resi
Patanjali menggali ajaran yoga ini dari Weda Sruti itu. Nama karya Resi
Patanjali ini adalah yoga sutra. Pustaka ini merumuskan ajaran yoga dalam
adyaya I.1 sbb.:
Yogascitta vrtti nirodhah artinya yoga adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran. Pustaka Yoga Sutra ini dibagi menjadi empat adyaya (bab) terdiri dari 194 sutra (syair suci). Adyaya pertama mengajarkan teori yoga, kedua mengajarkan tentang praktik yoga, ketiga mengajarkan tentang cara mencapai tujuan yoga, dan keempat mengajarkan tentang kelepasan atman dan menyatu dengan brahman. Ini artinya, untuk mencapai pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran, seyogianya menempuh empat adyaya dari ajaran yoga sutra tersebut.
Untuk mewujudkan ajaran yoga itu, Pustaka Yoga Sutra II.29 menyatakan ada delapan tahapan untuk mencapainya. Delapan tahapan itu disebut astangga yoga yaitu yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana dan samadhi. Mendalami yoga semestinya melalui enam tahapan itu secara seimbang. Dalam kehidupan empiris, masih banyak yoga itu dipahami seagai kegiatan asana dan pranayama saja, melatih sikap fisik dan pernafasan saja. Hal inilah yang paling populer disebut yoga.
Yogascitta vrtti nirodhah artinya yoga adalah pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran. Pustaka Yoga Sutra ini dibagi menjadi empat adyaya (bab) terdiri dari 194 sutra (syair suci). Adyaya pertama mengajarkan teori yoga, kedua mengajarkan tentang praktik yoga, ketiga mengajarkan tentang cara mencapai tujuan yoga, dan keempat mengajarkan tentang kelepasan atman dan menyatu dengan brahman. Ini artinya, untuk mencapai pengendalian gelombang-gelombang pikiran dalam alam pikiran, seyogianya menempuh empat adyaya dari ajaran yoga sutra tersebut.
Untuk mewujudkan ajaran yoga itu, Pustaka Yoga Sutra II.29 menyatakan ada delapan tahapan untuk mencapainya. Delapan tahapan itu disebut astangga yoga yaitu yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana dan samadhi. Mendalami yoga semestinya melalui enam tahapan itu secara seimbang. Dalam kehidupan empiris, masih banyak yoga itu dipahami seagai kegiatan asana dan pranayama saja, melatih sikap fisik dan pernafasan saja. Hal inilah yang paling populer disebut yoga.
Terima kasih sudah berbagi info :
BalasHapuscara membuat obat perangsang wanita sederhana
obat perangsang wanita surabaya
jual obat perangsang wanita di surabaya
jual obat perangsang wanita surabaya
cara membuat obat perangsang sederhana dari tetes mata
cara membuat obat perangsang wanita
obat perangsang wanita di surabaya
cara meracik obat perangsang wanita
toko obat perangsang wanita di surabaya
obat perangsang wanita
obat perangsang
obat perangsang nafsu sex wanita
cara membuat obat perangsang untuk wanita
alamat toko obat perangsang wanita di surabaya
cara membuat obat perangsang sederhana
toko obat perangsang di surabaya
toko obat perangsang wanita di surabaya
obat perangsang di surabaya
obat perangsang cewek
obat perangsang wanita sederhana
cara buat obat perangsang sederhana
cara membuat obat perangsang cewek
jual obat perangsang di surabaya
cara bikin obat perangsang alami
membuat obat perangsang