PEMBANGUNAN RUMAH MENURUT PANDANGAN
HINDU
(Oleh : Ni Made Anggra Wahyuni)
I.
PENDAHULUAN
Bali memang terkenal
dengan budayanya yang kental. Masyarakat memang teguh kebudayaan yang mereka
dapat dari para leluhur. Hal ini masih berlangsung hingga saat ini. Salah satu
sikap mereka tersebut tercermin dalam arsitektur tradisional bali yang
sangatlah berbeda dengan arsitek yang dimiliki tempat lain.
Arsitektur tradisional
Bali memanglah sangat menarik untuk dinikmati dan dipelajari. Bukan hanya pura,
tapi rumah hingga gedung modernpun tetap memiliki satu kesamaan yang indah. Hal
ini rupanya justru yang membuat Bali teasa begitu berbeda dan cantik.
Rumah tradisional Bali
tidak sebatas hanya merupakan tempat tinggal sebuah keluarga saja. Namun,
ditempat ini pula banyak dilakukan upacara-upacara keagamaan untuk mendekatkan
diri dengan Pencipta. Maka dari itu, bentuk dan arsitektur di Bali tampak
berbeda.
Dalam arsitektur
tradisional Bali, ada acuan yang disebut Asta Kosala Kosali. Asta Kosala Kosali
adalah aturan tentang bentuk-bentuk niyasa, rumah atau pelinggih. Bentuk-bentuk tersebut
meliputi ukuran panjang, lebar, tinggi, pepalihan atau tingkatan dan juga
hiasan. Selain itu, juga dalam asta kosala kosali perlu juga memperhatikan luas
halaman. Halaman perlu dipikirkan untuk pembagian ruangan serta halaman yang
digunakan. Di dalam konsep rumah tradisional Bali, jarak antara pelinggih juga
tidak bisa sembarangan. Semua bentuk-bentuk tersebut menjadi elemen wajib yang
harus digunakan dalam, membangun arsitektur tradisional Bali. Oleh karena itu,
disini dapat terlihat bahwa masyarakat Bali sangatlah detail dalam merancang
bangunan demi mendapatkan hasil sesuai kebutuhan sekaligus bernilai seni
tinggi.
Hal yang menarik dari
rumah tradisional Bali adalah terlihat dari arah puranya. Letak pura yang
berada di utara membuat pembangunan rumah menjadi sarat akan arah mata angin.
Ternyata, arah tersebut juga dipengeruhi oleh aturan kosala kosali. Arah-arah
tersebut terbagi menjadi arah timur dan arah kaja sebagai hulu. Arah timur
merupakan arah yang sama dengan difinisi kita ketika menggunakan kompas.
Sedangkan arah kaja adalah arah yang ditentukan dengan menggunakan patokan
letak gunung maupun bukit. Namun penggunaan arah Kaja hendaknya juga dilengkapi
dengan menggunakan arah kompas. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan arah pura
bisa tepat persis sesuai dengan arah mata angin yang utama. Jika sudah
demikian, maka akan mempermudah mengatur pelinggih-pelinggih, mempermudah saat
diselenggarakannya upacara, serta mempermudah arah untuk bersembahyang.
II.
PEMBAHASAN
1. Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan di Bali mengikuti konsep Nawa Sanga (9 arah mata angin). Setiap
bangunan itu memiliki tempat sendiri, seperti misalnya:
1) Dapur, karena berhubungan dengan Api
maka Dapur ditempatkan di Selatan,
2) Tempat Sembahyang karena berhubungan
dengan menyembah akan di tempatkan di Timur tempat matahari Terbit.
3) Karena Sumur menjadi sumber Air maka
ditempatkan di Utara dimana Gunung berada begitu seterusnya.
Selain itu sosial status juga menjadi pedoman. jadi
rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan, biasanya dibangun
oleh warna / wangsa Kesatria. tapi karena sekarang banyak yang sudah kaya
diBali, jadi siapapun boleh membuat yang seperti ini. Namun mungkin nanti bedanya
di Tempat Persembahyangan di Dalamnya saja.
Warna
itu merupakan sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap
tata ruang bangunan rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi
menjadi:
1) Jaba untuk bagian paling luar bangunan
2) Jaba jero untuk mendifinisikan bagian ruang
antara luar dan dalam, atau ruang tengah
Jero untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari
sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privacy
bagi rumah tinggal
Di konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan
materialnya. ada namanya Tri Angga, yang terdiri dari:
1) Nista menggambarkan hirarki paling bawah
dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah sebagai
penyangga rumah. bahannya pun biasanya terbuat dari Batu bata atau Batu gunung.
2) Madya adalah bagian tengah bangunan yang
diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu. Madya mengambarkan strata
manusia atau alam manusia
3) Utama adalah symbol dari bangunan bagian
atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat paling
suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur
mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang digunakan pada
arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.
U
|
S
|
Berikut
bagian-bagian dari rumah Bali:
1) Pamerajan adalah tempat upacara yang dipakai
untuk keluarga. Dan pada perkampungan tradisional biasanya setiap keluarga
mempunyai pamerajan yang letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruang
2) Umah Meten yaitu ruang yang biasanya dipakai
tidur kapala keluarga sehingga posisinya harus cukup terhormat
3) Bale Sakepat, bale ini biasanya digunakan untuk
tempat tidur anak-anak atau anggota keluarga lain yang masih junior.
4) Bale tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang
untuk menerima tamu
5) Bale Dangin biasanya dipakai untuk duduk-duduk
membuat bendabenda seni atau merajut pakaian bagi anak dan suaminya.
6) Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan
hasil panen, berupa padi dan hasil kebun lainnya.
7) Paon (Dapur) yaitu tempat memasak bagi keluarga.
8) Aling-aling adalah bagian entrance yang
berfungsi sebagai pengalih jalan masuk sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam
tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung
lurus ke dalam.
9) Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi
seperti candi bentar pada pura yaitu sebagai gapura jalan masuk.
2.
Landasan
pembangunan Rumah Di Bali
1) Landasan
filosofis ASTA KOSALA KOSALI
(1) Hubungan
Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis
bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta
adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam
Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi.
Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan
filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan
hidup manusia di dunia ini.
(2) Unsur-
unsur pembentuk.
Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan
pengider- ideran (Dewata Nawasanga). Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa
adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan Palemahan
adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga (Pangider- ideran) adalah
sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua penjuru mata angin
demi keseimbangan alam semesta ini.
2) Landasan
Etis
(1) Tata nilai dari bangunan adalah berlandaskan
etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah hulu dan bangunan-
bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben (hilir). Untuk lebih pastinya
pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga adalah Utama Angga,
Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista
Mandala.
(2) Pembinaan
hubungan dengan lingkungan.
Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang
perwujudannya berbentuk Tri Kaya Parisudha
3) Landasan
Ritual
Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan
dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan
status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang
Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin.
3.
Konsep
Perujudan Perumahan Umat Hindu
Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan
perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat
dibagi dalam :
1) Keseimbangan Alam: Wujud perumahan umat Hindu
menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan)
yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal
dan pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita
Karana.
2) Rwa Bhineda, Hulu Teben, Purusa
Pradhana. Rwa
Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben (hilir). Yang dimaksud dengan hulu
adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah jalan raya (margi agung)
atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk
penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan
Pertiwi.
3) Tri Angga dan Tri Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara
garis besar dibagi menjadi 3 bagian (Tri Mandala) yaitu Utama Mandala untuk
penempatan bangunan yang bernilai utama (seperti tempat pemujaan). Madhyama
Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya (tempat tinggal penghuni)
dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista (misalnya:
kandang). Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian (Tri
Angga) yaitu Utama Angga adalah atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang
terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur (pondasi).
4) Harmonisasi dengan potensi
lingkungan.
Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat
seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Hindu.
4.
Upacara Membangun Rumah
1)
Upacara
Nyapuh sawah dan tegal.
Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis upakara
: paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat
kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah” dilaksanakan
asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik,
sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga
sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis.
2)
Upacara
pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan. Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah
sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna. Upakara Nanem dasar: pabeakaonan,
isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang, tumpeng
gede, ayam panggang tetebus, canang geti- geti.
3)
Upakara
Pemelaspas.
Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan,
ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala,
ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala,
peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2
tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat
berbeda, maka upacara
Upakara tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi
setempat. Dalam melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia , bentuk
budaya Bali telah berkembang dengan ciri dan kepribadian tersendiri.
Dari sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan
kebudayaan dipengaruhi kebudayaan Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran
agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga peranannya sangat mendalam dan
dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini dikenal dengan nama
Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-lain yang
berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan
lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan .
5.
Pemilihan Tanah Pekarangan
Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan
diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar
(asah), pelemahan inang, pelemahan marubu lalah(berbau pedas).
Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan
adalah :
1) Karang karubuhan (tumbak rurung/
jalan),
2) Karang sandang lawe (pintu keluar
berpapasan dengan persimpangan jalan),
3) Karang sulanyapi (karang yang
dilingkari oleh lorong (jalan)
4) Karang buta kabanda (karang yang
diapit lorong/ jalan),
5) Karang teledu nginyah (karang tumbak
tukad),
6) Karang gerah (karang di hulu
kahyangan),
7) Karang tenget,
8) Karang buta salah wetu,
9) Karang boros wong (dua pintu masuk
berdampingan sama tinggi),
10) Karang suduk angga, karang
manyeleking dan yang paling buruk adalah
11) Tanah yang berwarna hitam- legam,
berbau "bengualid" (busuk)
Tanah-
tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi
membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang
ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara
pamarisuda.
III. PENUTUP
1.
Simpulan
Dari pembahasan di atas
maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut, dalam membangun sebuah bangunan
rumah di Bali kita harus mengikuti yang namanya aturan yang sering disebut Asta Kosala Kosali. Dan
peletakan setiap bagunan harus mengikuti konsep Nawa Sanga. Selain itu sosial status juga
menjadi pedoman. jadi rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau
Jeroan, biasanya dibangun oleh warna / wangsa Kesatria. tapi karena sekarang
banyak yang sudah kaya diBali, jadi siapapun boleh membuat yang seperti ini.
Namun mungkin nanti bedanya di Tempat Persembahyangan di dalamnya saja. Warna
itu merupakan sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap
tata ruang bangunan rumahnya.
Pembangunan rumah di Bali juga memiliki landasan yaitu
landasan filosofi Asta Kosala Kosali, landasan Etis dan landasan Ritual. Konsepsi
perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang,
tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam : 1) Keseimbangan Alam:
Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa,
alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan) yang diwujudkan dalam satu perumahan
terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun
karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana, 2) Rwa Bhineda, Hulu
Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben
(hilir). Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung
dan arah jalan raya (margi agung) atau kombinasi dari padanya. Perwujudan
purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan
pertemuan antara Akasa dan Pertiwi, 3) Tri Angga dan Tri Mandala.
Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian (Tri
Mandala) yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama
(seperti tempat pemujaan). Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang
bernilai madya (tempat tinggal penghuni) dan Kanista Mandala untuk penempatan
bangunan yang bernilai kanista (misalnya: kandang). Secara vertikal masing-
masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian (Tri Angga) yaitu Utama Angga adalah
atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding,
serta Kanista Angga adalah batur (pondasi), 4) Harmonisasi dengan potensi
lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan
potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Hindu.
Adapun upacara membangun rumah tahapannya yaitu mulai dari Upacara Nyapuh sawah dan tegal, Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang,
nanem dasar wewangunan, Upakara
Pemelaspas. Dalam membangun sebuah rumah menurut Hindu adapun aturannya
dalam pemilihan tanah yang akan di bangunin rumah.
Yth Admin :
BalasHapusMohon penjelasan jarak antara bangunan contoh mendirikan bale saka 6 sikut/jarak brp dan dari mana ngambil patokannya untuk sikut tersebut ? suksma
Yth Admin :
BalasHapusMohon penjelasan jarak antara bangunan contoh mendirikan bale saka 6 sikut/jarak brp dan dari mana ngambil patokannya untuk sikut tersebut ? suksma